TEMPO.CO, Jakarta - Bayi gemuk memang lucu dan menggemaskan. Namun Anda perlu mengecek apakah bobot sang buah hati normal atau termasuk obesitas. Jika dokter menyebut si kecil kegemukan, jangan buru-buru melancarkan diet untuknya.
Kenali dulu mengapa anak mengalami obesitas. Konsultan psikolog anak, Aurora Lumbantoruan, menyebutkan obesitas pada anak dipengaruhi banyak faktor, di antaranya asupan gizi, status ekonomi, dan pola makan keluarga.
Baca Juga:
"Selain itu, respons terhadap makanan, aktivitas fisik yang rendah, dan perubahan lingkungan juga berpengaruh. Perubahan lingkungan di sini maksudnya ketersediaan produk dengan kadar gula ataupun lemak tinggi, tapi harga murah," ujarnya.
Hal lain yang tak kalah berpengaruh adalah meningkatnya kesibukan, yang membuat risiko stres naik. Anak-anak zaman sekarang punya segudang kesibukan, dari sekolah hingga kursus.
Dalam kondisi stres, upaya untuk mempertimbangkan makanan sehat berkurang atau anak-anak menjadi jarang melakukan aktivitas fisik. Sepulang sekolah, anak memilih bermalas-malasan di rumah. Rendahnya aktivitas fisik salah satunya dipicu mudahnya mengakses hal yang dibutuhkan lewat jalur digital.
Baca juga:
Tangkal Penyakit dengan Kurangi Makanan Berlemak, Ikuti Caranya
Tak Hanya Kelebihan Gizi, Kebiasaan Keliru Juga Memicu Obesitas
Takut Obesitas? Makan Saja Kacang, Intip Trik Makannya
"Ingin pesan makanan, tinggal buka aplikasi. Beberapa menit kemudian, makanan datang. Si Mbak menerima makanan itu, bayar, lalu mengantarkannya ke kamar," ucap Aurora.
Dia menambahkan, jika si kecil masih balita, risiko obesitas kerap dipicu perilaku orang tua. "Saat si kecil menangis atau rewel, orang tua enggak mau ribet, lalu mengambil solusi instan dengan memberinya makanan agar anteng. Padahal bukan makanan yang sebenarnya dibutuhkan si kecil saat itu," tuturnya.
Akibatnya, terbentuk pola pikir di benak si kecil bahwa diberi makanan saja sudah cukup. Lama-lama, mereka lebih responsif terhadap makanan, lebih peka terhadap rasa, bahkan bau makanan. Sehingga, meski belum waktunya makan, anak cenderung menginginkannya. Alhasil, si kecil pun mengalami obesitas.
"Ia kemudian tidak lagi peka dengan kapan sebenarnya lapar atau sekadar ingin makan, padahal tidak lapar," kata Aurora.