TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan siklus haid sulit diprediksi. Siklus menstruasi akan berubah sesuai dengan kondisi tubuh, termasuk masalah hormonal, usia, kehamilan dan perimenopause. Berikut ini perbedaan kondisi haid pada usia 20-an, 30-an, dan 40-an tahun, seperti dilansir Health.
Baca juga:
Atasi Nyeri Haid dengan Yoga
Daftar Bahan Alami yang Mampu Atasi Nyeri Haid
Gejala Haid yang Menunjukkan Ada Masalah Kesehatan
Pada usia 20-an tahun
Pada usia belasan, siklus menstruasi berada pada titik yang konsisten. Memasuki usia 20 tahun, gadis-gadis muda mulai tidak berovulasi secara teratur. Menurut seorang ginekolog yang berbasis di Chicago, Lauren Streicher, siklus haid pada usia ini tidak menentu.
Di sisi lain, saat siklus meningkat dengan durasi lebih atau kurang beberapa hari setiap bulan, Anda juga mengalami premenstrual syndrome atau PMS, kram, dan nyeri pada payudara. Kondisi haid lain yang terjadi pada usia 20-an tahun ada kaitannya dengan pengendalian kelahiran.
Ini adalah masa banyak wanita memutuskan mulai menggunakan kontrasepsi hormonal. Penggunaan pil kemungkinan akan memicu perubahan pada siklus haid. Penggunaan kontrasepsi hormonal, seperti IUD atau Depo-Provera, bisa menyebabkan menstruasi terhenti.
Pada usia 30-an tahun
Pada masa ini, siklus menstruasi mulai terasa lebih berat dengan rasa sakit yang lebih hebat daripada kram biasa. Ini bisa menjadi pertanda adanya masalah yang lebih besar. Bisa jadi itu disebabkan oleh pertumbuhan tumor jinak yang disebut fibroid, yang bisa membuat Anda mengalami perdarahan hebat.
Pada usia ini juga, Anda tidak akan mengalami datang bulan selama sekitar enam minggu setelah melahirkan. "Untuk ibu menyusui, masa haid tidak akan kembali normal sampai berhenti atau mengurangi intensitas menyusui," kata Sheryl Ross, dokter kandungan di Santa Monica, California. Selain itu, melahirkan dapat menyebabkan perubahan jangka panjang pada siklus haid.
Bagi perempuan yang pernah melahirkan, ada kemungkinan kram atau nyeri haid yang mereka alami sebelum melahirkan tak lagi terasa. "Sebab, setelah serviks menjadi sedikit lebih besar, proses menstruasi tidak memerlukan kontraksi rahim yang kuat," ucap Streicher.
Pada usia 40-an tahun
Usia 40 tahun menandai dimulainya fluktuasi hormon perimenopause, yang merupakan prekursor menopause. Selama masa ini, umumnya delapan-sepuluh tahun sebelum menopause, yang biasanya terjadi pada awal usia 50-an tahun, tubuh bersiap untuk akhir masa menstruasi.
Perubahan hormon menyebabkan ovulasi menjadi tidak teratur. Selain itu, siklus menstruasi lebih berat, bercak di antara periode menstruasi, dan rentang PMS lebih lama. "Segala sesuatu tentang gejala perimenopause biasanya bisa diprediksi, tapi tak ada yang tahu kapan terjadi," ucap Streicher.
Meski ovulasi tidak menentu, mereka yang masuk tahap perimenopause masih bisa hamil. Sebab, seorang wanita tidak benar-benar menopause sampai menstruasinya berhenti setidaknya dalam satu tahun. Jika siklus haid tidak teratur, durasi berubah-ubah, dan konsistensi perdarahan tak stabil, mungkin itu ada kaitannya dengan gangguan tiroid, sindrom ovarium polikistik, atau masalah kesehatan lain.