TEMPO.CO, Jakarta - Bullying atau perisakan menjadi salah satu masalah serius bagi remaja karena dampaknya berbahaya untuk kondisi psikologis mereka. Korban bullying dapat mengalami depresi, kurang percaya diri, ataupun menjadi penyendiri.
Baca: Cara Asuh Otoriter dan Permisif Akan Dorong Bullying pada Anak
Psikolog EduPsycho Research Institute, Yasinta Indrianti, menjelaskan bahaya bullying ini sendiri tak hanya berdampak pada korban tapi juga kepada pelaku. Ia menuturkan terdapat dua hal yang biasanya terjadi atau dialami oleh pelaku bullying jika masalah ini dibiarkan dan tidak segera diatasi.
Pertama, pelaku bullying dihantui rasa bersalah. Ketika kita melakukan kesalahan, dalam hati nurani kita pasti ada rasa bersalah. Begitu juga dengan pelaku bullying, ketika dia sadar dia akan merasa bersalah.
Permasalahannya terletak pada jika ia tidak dapat mengatasi rasa bersalah tersebut. Rasa bersalah ini dapat terbawa hingga dewasa dan menghantuinya sehingga dapat menyebabkan ia menjadi orang yang rendah diri di masa depan.
Baca juga: Bullying Banyak Menimpa Remaja, Ini Penjelasan Psikolog
Kedua, jika perilaku bullying seorang anak dibiarkan dan kebetulan dia memiliki kepribadian yang berani, bisa saja masalah ini akan fatal jika dibiarkan. Perilaku bullying ini dapat dianggap merupakan perilaku yang benar baginya.
Ia meyakini bullying diperbolehkan karena tidak ada yang mencoba mengatasinya sehingga dapat memunculkan prinsip bahwa memang boleh untuk menindas yang lemah atau melakukan hal yang menurutnya menyenangkan, meskipun tidak menyenangkan bagi orang lain.
Artikel terkait: Sikap Prososial Bisa Kurangi Bullying, Apa Itu?
Yasinta menuturkan, “Mengatasi bullying sebenarnya tidak bisa hanya berfokus pada korban. Perlu adanya upaya untuk mengedukasi masyarakat di semua aspek, elemen, untuk bersama-sama mengatasi masalah sosial ini.”
Ia menambahkan, masalah bullying dapat diatasi dengan adanya desain kegiatan yang membuat anak lebih produktif pada hal-hal yang positif dan kerja sama di antara semua pihak, baik orang tua, guru, staf sekolah, maupun masyarakat di lingkungannya.
DWI NUR SANTI