TEMPO.CO, Jakarta - Anak-anak usia remaja yang duduk di bangku SD dan SMP sangat rentan terhadap perilaku perundungan atau bullying. Sebanyak 84 persen anak usia 12-17 tahun pernah mengalami perundungan dan 94 persen di antaranya merupakan bullying dalam bentuk verbal, berdasarkan data survei yang dingkapkan Kementerian Sosial.
“Perilaku bullying memang kebanyak dialami oleh remaja. Remaja merupakan satu masa di mana mereka sedang mencari jati diri. Di masa ini mereka ingin berkompetisi dan menunjukkan bahwa dirinya eksis,” kata psikolog di EduPsycho Research, Yasinta Indrianti.
Perundungan sendiri merupakan tindakah mengintimadasi atau merendahkan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan mengontrol orang lain. Tindakan bullying bisa bermacam-macam, mulai dari kekerasan verbal, sosial, hingga fisik. Menurut Yasinta, ada beberapa faktor yang menjadi pemicu remaja melakukan tindakan tidak menyenangkan ini, yakni:
#Kompetisi dan komformitas
Rasa ingin berkompetisi dan menunjukkan dirinya eksis merupakan hal yang wajar dialami oleh remaja. Namun pada kondisi ini banyak dari mereka masih belum bisa mengidentifikasi kebutuhan ataupun kondisi emosionalnya yang tepat sehingga mereka tidak bisa mencari solusi yang tepat.
Kemudian, komformitas juga sangat penting bagi remaja. Diterima oleh teman-teman dan komunitas menjadi hal yang sangat penting dalam perkembangan sosial mereka sehingga anak usia remaja memiliki ciri khas untuk membentuk kelompok atau gang. Dengan gangnya ini remaja ingin tampil eksis di kalangan teman sebayanya dan gang ini paling rentan dalam melakukan tindakan bullying.
Baca juga:
Bullying Bisa Akibatkan Bunuh Diri
Sikap Prososial Bisa Kurangi Bullying, Apa Itu?
Kenali 7 Tanda Anak Potensial Menjadi Pelaku Bullying
#Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua atau kondisi keluarga yang tidak komunikatif dapat menjadi pemicu tindakan bullying. Remaja mengalami masa perubahan yang tidak mudah. Perubahan dari anak-anak menjadi dewasa merupakan kondisi yang tidak nyaman bagi mereka dengan begitu banyaknya perubahan fisik yang mereka alami.
Jika keluarga tidak komunikatif, orang tua cenderung mempersalahkan, anak tidak dapat mengungkapkan dirinya secara leluasa sehingga tidak merasa nyaman dalam keluarga. Anak akan mencari jalan di luar rumah untuk mendapatkan kenyamanan, seperti ke teman-teman segangnya.
#Lingkungan
Lingkungan menjadi faktor yang paling berperan. Jika remaja hidup dalam lingkungan yang banyak memberikan contoh negatif, seperti ketika ada seseorang yang dibully dibiarkan, ditonton, atau bahkan disoraki, dapat membuat perilaku ini menguat dan berulang.
“Korban bullying memang kadang kala adalah korban yang empuk sekali untuk menjadi tontonan, itu seringkali memperkuat perilaku bullying,” tutur Yasinta. Ia menambahkan tiga faktor ini saling terkait dan menjadi rantai bullying yang tak putus-putus dan menyebar jika tidak ada tindakan.
DWI NUR SANTI