TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan kasus perisakan atau bullying kembali menjadi sorotan dan kebanyakan terjadi pada remaja. Psikolog anak dan remaja dari EduPsycho Research Institute, Yasinta Indrianti M Psi, mengatakan pencarian jati diri tak disikapi secara positif dan menjadi salah satu alasan utama perisakan banyak dialami remaja.
"Remaja di masa pencarian jati diri, rasa ingin berkompetisi menunjukkan eksistensi tetapi belum bisa mengidentifikasikan kebutuhannya sehingga terkadang tidak bisa menyalurkan dengan tepat," ujarnya di Jakarta, Kamis, 2 November 2017.
Menurut Yasinta, remaja sebenarnya dapat membangun sikap positif sehingga dia dapat memandang persaingan dan jiwa kompetitif dari kacamata positif yang membangun dan berprestasi.
"Untuk membangun dan memupuk sikap positif diperlukan dukungan pola asuh yang baik dari lingkungan keluarga dan sosial. Harus dipastikan orang tua dan guru dapat menjadi teman dan pelindung yang dapat memberikan solusi dari hal-hal yang dialami remaja," tuturnya.
Pola asuh orang tua yang otoriter dan permisif, misalnya, bisa melahirkan pelaku perisakan.
"Dari keluarga dipupuk permisif dan otoriter. Otoriter membuat anak enggak bisa mengekspresikan diri. Sementara pola asuh permisif, anak dibiarkan terus bebas," katanya.
Selain itu, ada faktor lingkungan. Lingkungan yang negatif misalnya mendukung perisakann, sehingga memperkuat perilaku itu terus dilakukan.
Baca juga:
Tip dari Ahli Agar Anak Kuat dan Terhindar dari Bullying
Bullying Bisa Akibatkan Bunuh Diri
Faktor Pemicu Anak dan Remaja Menjadi Pelaku Bullying