TEMPO.CO, Jakarta - Seseorang rentan tertular suasana hati temannya yang sedang baik atau buruk. Begitu hasil penelitian yang dimuat di jurnal Royal Society Open Science. Dengan kata lain, kebahagiaan dan kesedihan, serta gaya hidup dan faktor perilaku seperti merokok, minum alkohol, obesitas, kebiasaan menjaga kebugaran, dan bahkan kemampuan untuk berkonsentrasi dapat menyebar melalui jejaring sosial, baik daring maupun di kehidupan nyata.
Namun, hal ini tidak harus menghentikan Anda bergaul dengan teman-teman yang mengalami kesedihan karena efeknya tidak cukup besar untuk mendorong Anda menjadi depresi. Secara tak langsung, studi menunjukkan bagaimana teman benar-benar saling mempengaruhi dan membantu menyingkirkan kemungkinan pertemanan terjadi karena orang cenderung tertarik dan bergaul dengan orang lain yang seperti mereka.
Untuk keperluan studi, para peneliti melibatkan sejumlah kelompok siswa menengah pertama dan atas, menanyai mereka soal depresi dan pertanyaan tentang teman terbaik mereka. Hasilnya, secara keseluruhan anak-anak yang teman-temannya suasana hatinya buruk cenderung mengaku suasana hati mereka juga ikut jelek . Suasana hati mereka bahkan cenderung tidak membaik saat hal ini diingatkan lagi setelah enam bulan sampai satu tahun kemudian.
Sebaliknya, ketika para partisipan memiliki lebih banyak teman yang suasana hatinya bagus dan bahagia, suasana hati mereka cenderung membaik seiring berjalannya waktu. Beberapa gejala yang terkait dengan ketidakberdayaan, seperti depresi, kelelahan, dan kehilangan minat juga tampaknya mengikuti pola ini, atau oleh para ilmuwan disebut "penularan sosial."
"Tapi ini bukan sesuatu yang orang perlu khawatirkan, mungkin ini hanya sebuah respons empati normal yang kita semua paham dan sesuatu yang kita kenali dengan akal sehat," ujar Robert Eyre, seorang mahasiswa doktoral di Universitas Warwick, Amerika Serikat, seperti dilansir laman Health.com.
ANTARA